RASULULLAH saaw MEMBERITAHUKAN TENTANG ORANG-ORANG YANG DIPERANGI IMAM ALI BIN ABI THALIB kw SETELAH BELIAU Saww WAFAT

Para Ulama Ahlu Sunnah banyak yang meriwayatkan bahwa Rasulullah saaw telah mengabarkan bahwa Imam ALi bin Abi Thalib kw akan berperang melawan al-Nakitsin dalam perang Jamal, Al-Qasithin dalam Perang menghadapi Muawiyyah dan Ibn Al-‘ash, dan al Mariqin (kaum Khawari)

Lanjutkan membaca “RASULULLAH saaw MEMBERITAHUKAN TENTANG ORANG-ORANG YANG DIPERANGI IMAM ALI BIN ABI THALIB kw SETELAH BELIAU Saww WAFAT”

Pujian Allah dan Rasulullah saaw kepada Syiah #006

Al Hakim ‘Ubaidullah al-Haskani, seorang Mufasir ahlu sunnah meriwayatkan dalam kitabnya, Syawahid al-Tanzil dari al-Hakim Abu ‘Abdullah al-Hafizh dengan sanad marfu’ kepada Yazid bin Syarahil al-Anshari, ia berkata:
“Saya mendengar Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Rasulullah saaw sambil menyadarkan kepalanya ke dadaku beliau saaw bersabda ” “Wahai Ali, tidakkah engkau pernah mendengar firman Allah : ‘Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk’ (QS Al-Bayyinah [98]: 7) ? Mereka adalah engkau dan syiahmu, dan tempat pertemuanku dan kamu yang telah dijanjikan adalah a-Hawdh, ketika umat-umat lain ketakutan saat hendak di hisab, kalian dipanggil karena tanda putih di dahi (ghurran muhajjalin)”

Ulama besar Ahlu Sunnah Allamah Muhammad bin Yusuf al Qurasyi al-Kanji al-Syafi’i meriwayatkan pula dalam kitabnya Kifayah al Thalib, bab 62 dari Yazid bin Syarahil al-Hafizh Muwaffiq bin Ahmad al-Makki al-Khawarizmi yang menyebutkannya dalam Kitab Manaqib ‘Ali as”.

MENGOYAK EPISTEMOLOGI KAUM KIRI

Koreksi terhadap Konsepsi/Tashawwur Teori Empirikal Pegangan Kaum Marxis-Komunis

Oleh : Ayatullah Udzma Baqir Shadr

Bismillahirrahmanirrahim

Alahumma sholi ‘ala Muhammad wa ‘ali Muhammad wa ajil farajahum

 

 

Teori empirikal mengatakan bahwa penginderaan adalah satu-satunya yang membekali akal manusia dengan konsepsi-konsepsi dan gagasan-gagasan, dan (bahwa potensi mental akal budi) adalah potensi yang tercerminkan dalam berbagai persepsi inderawi.  Jadi, ketika kita mengiderai sesuatu, kita dapat memiliki suatu konsepsi (pengetahuan sederhana/Tashawwur) tentangnya —– yakni menangkap form dari sesuatu itu dalam akal budi kita. Adapun gagasan-gagasan yang tidak terjangkau oleh indera, tidak dapat diciptakan oleh jiwa, tak pula dapat dibangunnya secara esensial dan dalam bentuk yang berdiri sendiri.

 

Akal-Budi, berdasarkan teori ini, hanyalah mengelola konsepsi-konsepsi gagasan-gagasan inderawi. Hal itu dilakukannya dengan menyusun konsepsi-konsepsi tersebut atau membagi-baginya.  Dengan begitu, ia mengkonsepsikan  “sebungkul gunung emas”, atau membagi-bagi  “pohon” kepada potongan-potongan  dan bagian-bagian, atau dengan abstraksi dan universalisasi, misalnya dengan memisahkan  sifat-sifat dan bentuk-bentuk itu, dan mengabstraksikan  bentuk itu dari sifat-sifatnya  yang tertentu agar darinya akal dapat membentuk suatu gagasan universal.

Lanjutkan membaca “MENGOYAK EPISTEMOLOGI KAUM KIRI”

BERDOALAH DENGAN RENDAH HATI

Oleh. KH Prof. Dr. jalaludin Rahmat

 

Bismillahirrahmanirahim

Allahumma Sholi ‘ala Muhammad wa ‘ali Muhammad wa ajil farajahum

 

Sa’ad bin Ibn Waqqas adalah sahabat Nabi saaw. Ia berusia panjang sepeninggal Nabi saaw. pada hari-hari terakhir hidupnya, ia buta dan tinggal di Makkah. Ia sering di datangi orang yang meminta berkah. Tidak semua orang ia berkati. Tapi orang yang diberkati selalu berhasil memperoleh hajatnya atau menyelesaikan urusannya. Abdullah Ibn Sa’ad meriwayatkan kepada kita : ” Aku mengunjungi dia. ia selalu baik padaku dan selalu mendoakan aku. Karena aku anak yang selalu ingin tahu, aku bertanya kepadanya: ‘Doa Tuan untuk orang lain tampaknya selalu di ijabah. Mnegapa Tuan tidak berdoa agar disembuhakn dari kebutaan Tuan ?’ Orang tua itu menjawab, ‘Pasrah kepada kehendak Alla jauh lebih baik dari kenikmatan karena bisa melihat”

  Lanjutkan membaca “BERDOALAH DENGAN RENDAH HATI”

DOA DAN PENDERITAAN

Oleh. KH. Dr. Jalaludin Rahmat, M.Sc

 

Bismillahirrahmanirrahim

Allahumma sholi ‘ala Muhammad wa ‘ali Muhammad wa ajil farajahum

 

Alkisah, ada seorang sufi berkunjung kepada temannya yang sufi. Temannya itu kebetulan sakit dan ia mengeluh tentang sakit yang dideritanya. Sufi yang datang menengok itu berkata, “Bukan seorang pecinta sejati bila ia mengeluhkan penyakit yang diberikan kekasihnya”. Lalu sufi yang sakit itu menjawab, “Bukan seorang pecinta sejati bila ia tidak menikmati pemberian kekasih sejati“.

 

Dari cerita diatas kita dapat menarik pelajaran berharga  bahwa hendaknya kita harus mengubah persepsi tentang sakit yang pernah kita alami. Persepsi kita selama ini adalah menganggap sakit itu sebagai suatu penderitaan yang diberikan Allah kepada kita. Dari anggapan ini  kita berkesimpulan bahwa Allah tidak mencintai kita lagi. Sikap yang bijak adalah menikmati keindahan sakit seperti yang dialami sufi tadi.

Lanjutkan membaca “DOA DAN PENDERITAAN”

Blog di WordPress.com.

Atas ↑